Budaya
organisasi memberikan ketegasan dan mencerminkan spesifikasi suatu organisasi
sehingga berbeda dengan organisasi lain. Budaya organisasi melingkupi seluruh
pola perilaku anggota organisasi dan menjadi pegangan bagi setiap individu dalam
berinteraksi, baik di dalam ruang lingkup internal maupun ketika berinteraksi
dengan lingkungan eksternal.
Oleh
karena itu menurut Schein, secara komprehensif budaya organisasi didefenisikan
sebagai pola asumsi dasar bersama yang dipelajari oleh kelompok dalam suatu
organisasi sebagai alat untuk memecahkan masalah terhadap penyesuaian faktor
eksternal dan integrasi faktor internal, dan telah terbukti sah, dan oleh
karenanya diajarkan kepada para anggota organisasi yang baru sebagai cara yang
benar untuk mempersepsikan, memikirkan dan merasakan dalam kaitannya dengan
masalah-masalah yang dihadapi. Hal ini cukup bernilai dan, oleh karenanya
pantas diajarkan kepada para anggota baru sebagai cara yang benar untuk
berpersepsi, berpikir, dan berperasaan dalam hubungannya dengan problem-problem
tersebut (Hessel Nogi 2005:15).
Hubungan antara Etika
dengan Kebudayaan
Meta-ethical
cultural relativism merupakan cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan
bahwa tidak ada kebenaran moral yang absolut, kebenaran harus selalu
disesuaikan dengan budaya dimana kita menjalankan kehidupan soSial kita karena
setiap komunitas sosial mempunyai cara pandang yang berbeda-beda terhadap
kebenaran etika.
Etika
erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia
sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu
berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap
kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan
dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral
yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan
kehidupan social apa yang kita jalani.
Baik
atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral
sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal
dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial
tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid
(membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika
dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral.
Suatu
premis yang disebut dengan “Dependency Thesis” mengatakan “All moral principles
derive their validity from cultural acceptance”. Penyesuaian terhadap
kebudayaan ini sebenarnya tidak sepenuhnya harus dipertahankan dan dibutuhkan
suatu pengembangan premis yang lebih kokoh.
Kendala
– Kendala Dalam Mencapai Tujuan Etika Bisnis
Pencapaian tujuan etika
bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala.
Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut, yaitu:
- Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah. Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
- Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan. Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
- Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil. Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
- Lemahnya penegakan hukum. Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
- Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.
MANFAAT
TERCAPAINYA TUJUAN ETIKA BISNIS BAGI PERUSAHAAN
-
Dapat meningkatkan kredibilitas suatu
perusahaan, karena etika telah dijadikan sebagai corporate culture. Hal ini
terutama penting bagi perusahaan besar yang karyawannya tidak semuanya saling
mengenal satu sama lainnya. Dengan adanya etika bisnis, secara intern semua
karyawan terikat dengan standard etis yang sama, sehingga akan mengambil
kebijakan/keputusan yang sama terhadap kasus sejenis yang timbul. Dapat membantu menghilangkan grey area
(kawasan kelabu) dibidang etika. (penerimaan komisi, penggunaan tenaga kerja
anak, kewajiban perusahaan dalam melindungi lingkungan hidup). Menjelaskan bagaimana perusahaan menilai
tanggung jawab sosialnya. Bagi perusahaan yang telah go publik
dapat memperoleh manfaat berupa meningkatnya kepercayaan para investor. Selain
itu karena adanya kenaikan harga saham, maka dapat menarik minat para investor
untuk membeli saham perusahaan tersebut.
"Etika Bisnis #"
"Etika Bisnis #"
Nama : Melda Angelina
Kelas : 3EA04
NPM : 14216363
Tidak ada komentar:
Posting Komentar